Dugaan Gratifikasi Menguat, Renovasi Ruang Kerja Bupati Natuna Tanpa Kontrak, Siapa Bayar?

0
24

Natuna, mandalapos.co.id – Bupati Natuna, Cen Sui Lan, diterpa dugaan gratifikasi terkait renovasi ruang kerja pimpinan daerah dan pengadaan perabot mewah di Gedung Daerah.

Proyek renovasi tersebut disebut tak memiliki kontrak resmi dengan pihak ketiga, namun tetap berjalan menggunakan jasa tukang lokal atas arahan seorang pengusaha asal Ranai.

Investigasi media ini mengungkap pengadaan perabotan baru yang tiba di Natuna pada 6 Maret 2025 lewat kapal Bahtera Nusantara, juga tak tercatat dalam dokumen resmi APBD. Dikonfirmasi beberapa waktu lalu, baik Kepala Bagian Umum maupun Sekretaris Daerah Natuna mengaku tidak mengetahui sumber dana dan dasar pengadaan barang-barang tersebut.

Sebelumnya, pada 19 Mei 2025, Mandalapos telah memberitakan soal pergantian karpet di ruang kerja Bupati Natuna yang terindikasi cacat prosedur, dengan tajuk “Bim Salabim, Karpet di Ruang Kerja Bupati Natuna Tiba-tiba Berubah Baru”.

Pertanyaan serius pun mencuat, siapa yang mendanai pekerjaan ini dan atas dasar apa kegiatan ini dijalankan tanpa prosedur resmi?

Jika benar perabotan dan kegiatan renovasi tersebut merupakan pemberian dari pihak luar, maka terdapat indikasi kuat bahwa Bupati Cen Sui Lan telah menerima gratifikasi, sebagaimana diatur dalam  Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

“Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan nilai Rp10 juta atau lebih, kecuali dapat dibuktikan bahwa gratifikasi tersebut diberikan bukan karena jabatan atau tidak ada konflik kepentingan.”

Sementara itu, Pasal 12C UU Tipikor menegaskan bahwa:

“Penerima gratifikasi wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) paling lambat 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima.”

Menanggapi temuan ini, Jirin, seorang Pengamat Hukum sekaligus Praktisi Lawyer, angkat bicara saat dikonfirmasi Rabu (2/7/2025). Ia menekankan bahwa unsur gratifikasi harus dapat dibuktikan secara utuh, mulai dari pemberi, penerima, hingga motif pemberiannya.

“Gratifikasi itu adalah pemberian dalam bentuk uang, barang, atau fasilitas lainnya yang diterima oleh penyelenggara negara berkaitan dengan jabatannya. Jika tidak dilaporkan kepada KPK dan ada kaitannya dengan jabatan serta potensi konflik kepentingan, maka itu bisa dianggap suap,” ujar Jirin.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pemberian apapun kepada pejabat publik termasuk Pemda harus jelas motif dan tujuannya.

“Kalau pemberian itu dimaksudkan untuk memengaruhi keputusan atau tindakan pejabat yang berkaitan dengan tugas dan kewajibannya, maka itu berpotensi menjadi tindak pidana korupsi,” tegasnya.

Jirin juga mendesak agar seluruh proses pengadaan, penerimaan barang, dan aktivitas renovasi di lingkungan kantor Bupati ditelusuri secara menyeluruh oleh aparat pengawas dan penegak hukum.

Kasus ini membuka potensi pelanggaran serius terhadap prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam tata kelola pemerintahan. Jika dibiarkan tanpa klarifikasi resmi, maka akan memperkuat persepsi publik tentang adanya jejaring korupsi terselubung di lingkungan Pemkab Natuna.

KPK, Inspektorat Daerah, dan Aparat Penegak Hukum diharapkan tidak tinggal diam. Penelusuran dan penyelidikan mendalam harus segera dilakukan.

Sebelum berita ini diterbitkan, awak media mandalapos juga berupaya melakukan konfirmasi kepada Sekretaris Daerah Natuna, Boy Wijanarko, terkait apakah karpet baru di ruang kerja pimpinan daerah tercatat sebagai aset daerah. Namun hingga berita ini diterbitkan konfirmasi tersebut belum dijawab oleh Sekda.*

*ALFIAN

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini