
Buton Tengah, mandalapos.co.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton Tengah bersama pemerintah gelar rapat dengar pendapat (RDP) menyikapi aduan masyarakat perihal kasus korban kekerasan rumah tangga (KDRT) yang di alami seorang ibu berinisial AST warga Mawasangka yang telah ditetapkan tersangka dan kini mendekam menjadi tahanan Kejaksaan.
Rapat ini dipimpin oleh Ketua Komisi II, Awaluddin, serta dihadiri Wakil Ketua I, Mazaluddin, dan sejumlah Anggota DPRD, diantaranya Saadia dan Sarina Afa yang merupakan Wakil DPRD dari Dapil 4 Mawasangka, berlangsung di ruang rapat Kantor DPRD, Senin (16/6/2025)
Dari unsur pemerintah diwakili Asisten I, Akhmad Sabir, Stah Ahli Isran, Kepala Dinas DP3A, dan Kabag Hukum, Aminuhu.
RDP diawali keterangan pihak keluarga korban KDRT, Irfan. Dihadapan DPRD dan pemerintah, Irfan menyampaikan maksud tujuan pengaduan dilakukan agar ibu AST mendapat keadilan hukum atas penetapan tersangka dan saat ini menjadi tahanan.
Irfan menyebutkan, AST adalah korban KDRT namun ia herankan malah dituduh sebagai pelaku pengeroyokan oleh pihak yang kini melaporkannya (istri kedua suaminya).

Kasus KDRT ini, Irfan menceritakan terjadi pada bulan Maret (bulan puasa) lalu, yang ketika itu AST berada dirumahnya tiba-tiba didatangi oleh istri kedua suaminya. Dan disitulah AST mengalami KDRT.
Usai alami KDRT, AST bersama keluarga melaporkan istri kedua suaminya atas dugaan penganiayaan atau KDRT ke pihak berwajib. Namun anehnya, istri kedua suaminya sudah lebih dulu melaporkan AST sebagai pelaku pengeroyokan. Kasus KDRT ini saling lapor melapor.
“Kasus ini sudah SP21 (kasus telah selesai) sudah dilimpahkan ke Jaksaan dan menunggu panggilan Pengadilan untuk di sidangkan. Kasihan pak/ibu, ibu AST sudah 10 hari ditahan terpisah dengan kedua anaknya yang masi kecil berusia 1 tahun dan 2 tahun membutuhkan kasi sayang seorang ibu,” curhat Irfan dengan nada sedih.
“Kami herankan, pihak (istri kedua suaminya) sudah ditetapkan tersangka namun hanya menjadi tahanan kota sedangkan AST ditahan,” tanya Irfan.
“Kasus KDRT dialami AST sudah beberapa kali di alami dan bahkan sudah dilaporkan namun di cabut kembali AST,” ucap menambahkan.
Irfan meminta DPRD dan Pemda dapat memberikan bantuan hukum cuma-cuma kepada AST yang saat ini berjuang mencari keadilan.
“Saat ini memang sudah ada pengacara dan biayanya kami keluarga membantu. Namun kami harapkan AST mendapatkan bantuan hukum dari pemerintah. Kasihan AST ini hanya seorang ibu rumah tangga warga tidak mampu yang hanya bekerja menjual roti,” ungkap Irfan.
Usai mendengarkan curhatan perwakilan keluarga, berikut pernyataan DPRD dan pemerintah yang dihimpun awak media :
1. DPRD dan pemerintah saat ini tidak bisa lagi melakukan intervensi mendalam karena sudah ranah penagakan hukum. Semisalnya diketahui awal belum sampai proses lebih lanjut (pengadilan) tentu pemerintah dan DPRD berupaya melakukan mediasi mencari solusinya agar tidak sampai kerana hukum.
2. Pertimbangan yang mendalam mengenai situasi hukum dan kemanusiaan yang dihadapi oleh ibu AST yang saat ini terpisah dengan anaknya, DPRD dan pemerintah sepakat bertandatangan melakukan upaya menanguhan penahanan.
3. Perda bantuan hukum yang belum lama ini di sahkan oleh DPRD dan pemerintah, sementara berproses di Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (belum mendapatkan nomor register) sehingga belum dapat di manfaatkan. Namun pemerintah secepatnya mengupayakan untuk kemudian di anggarkan. Pemerintah melalui Kabag hukum mengajak pihak keluarga mendapatkan bantuan hukum gratis yang disediakan oleh pengadilan.
4. Pemerintah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Buton Tengah (DP3A) segera melakukan pendampingan dan menghadirkan psikolog untuk kedua anak AST.*
*Laporan : Ahmad Subarjo