
Natuna, mandalapos.co.id – Di antara hamparan ladang cabai di Desa Harapan Jaya, Wawan Darmawan (55) terlihat tengah berteduh di bawah pohon sembari mengusap keringat yang mengalir deras di wajahnya. Kaos lusuhnya juga basah, bukan karena hujan, tetapi oleh kerja keras yang tak pernah berhenti meski usia tak lagi muda.
Namun ada satu hal yang membuat pikirannya lebih ringan, ia tak lagi bekerja dalam ketidakpastian.
Kepada mandalapos wawan bercerita, sejak 2021 ia telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan secara mandiri. Ia tak ingin bergantung pada bantuan pemerintah. Ia hanya ingin bekerja aman, dan memastikan masa depan istri serta tiga anaknya tidak runtuh jika suatu hari ia tak bisa lagi bekerja.
“Tidak ada yang tahu kapan celaka, kapan mati. Kalau sudah daftar, saya kerja lebih tenang,” ujarnya pelan, saat ditemui Sabtu, 22 November 2025.
Wawan adalah potret pekerja informal yang bekerja dalam sunyi, tetapi menopang banyak hal besar, mulai dari dapur rumah tangga, ketersediaan pangan lokal, hingga stabilitas ekonomi lokal.
Pada 2025, Wawan dan ratusan petani Natuna menerima kabar baik, pemerintah daerah mulai meng-cover iuran BPJS Ketenagakerjaan mereka. Sebanyak 113 petani dibiayai oleh APBD Kabupaten Natuna, dan 1.814 petani lainnya oleh APBD Provinsi Kepulauan Riau.
Total 1.900 petani aktif di Natuna memiliki jaring pengaman sosial, sebuah tonggak baru di kabupaten terluar Indonesia.

Langkah ini dianggap sebagai akselerasi nyata agenda nasional dalam mewujudkan perlindungan pekerja yang inklusif, adaptif, dan berkelanjutan, sebagaimana ditegaskan dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, terutama pada pilar penguatan ketahanan pangan nasional, pembangunan manusia yang produktif, dan pemerataan kesejahteraan hingga ke wilayah perbatasan.
Petani menjadi aktor utama yang menopang ketahanan pangan. Namun ironisnya, mereka adalah kelompok yang paling rentan terhadap kemiskinan mendadak, karena bekerja tanpa jaminan keselamatan dan perlindungan sosial.
Dengan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Wawan dan para petani lainnya kini mendapatkan perlindungan berupa Perawatan akibat kecelakaan kerja tanpa batas biaya (JKK) dan Santunan kematian (JKM).
Bagi petani, manfaat ini bukan teori. Pada Agustus lalu, lima ahli waris petani Natuna menerima santunan masing-masing Rp42 juta. Angka yang cukup untuk menjaga dapur tetap mengepul di tengah duka.
Kolaborasi: Kata Kunci Perlindungan Berkelanjutan
Upaya memperluas perlindungan ini tidak mungkin terjadi tanpa kolaborasi lintas sektor. Pemkab Natuna, Pemprov Kepri, dan BPJS Ketenagakerjaan saling menyatukan kepentingan yakni melindungi pekerja yang paling rentan.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Natuna, Wan Sazali, menegaskan bahwa kebijakan ini bukan sekedar bantuan tahunan, tetapi investasi sosial jangka panjang.
“Petani adalah tulang punggung ketahanan pangan. Kalau mereka tidak terlindungi, rantai pangan kita rapuh. Natuna berkomitmen melindungi mereka,” ujarnya, Selasa, 25 November 2025.

Integrasi Lintas Sektor: Dari Geopark Hingga Konstruksi
Kolaborasi juga muncul dalam bentuk yang tidak lazim. Badan Pengelola Geopark Nasional (BPGN) Natuna dan BPJS Ketenagakerjaan menandatangani MoU sinergi edukasi, promosi wisata, dan perlindungan pekerja berbasis geodiversity, biodiversity, dan culture diversity.
Ini bentuk perlindungan yang adaptif, sejalan dengan perubahan dunia kerja, peningkatan wisata, dan sektor kreatif yang tumbuh.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Natuna, Hendra Harry Jonna, menyebut Natuna telah memulai langkah nyata untuk melindungi para pekerja rentan di sektor informal.
“Natuna sudah memulai langkah baik ini. Sinergi pemerintah daerah dan BPJSTK adalah kunci untuk melindungi pekerja rentan,” ucapnya ketika ditemui mandalapos, Jumat, 21 November 2025.
Kendati demikian, Hendra juga tidak menutup mata terhadap tantangan yang muncul untuk mensosialisasikan jaminan sosial ketenagakerjaan di Natuna. Mulai dari cuaca ekstrem, jarak tempuh antarpulau, serta blank spot jaringan, membuat sosialisasi kian sulit. Tak heran saat ini Universal Coverage Jamsostek (UCJ) Natuna baru sekitar 50 persen.
Namun, Pemkab Natuna telah menetapkan langkah strategis berupa mewajibkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja konstruksi di proyek APBD, dan melakukan Nota Kesepahaman Sinergi (NKS) terkait pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan perlindungan bagi pekerja rentan tahun 2025.
Di tahun 2025, sedikitnya 700 pekerja rentan akan dicover dalam program perdana ini.
“UCJ itu hak dasar. Semua pekerja formal maupun informal harus punya akses perlindungan yang sama,” tegasnya.

Menjawab Tantangan Indonesia Emas 2045 Dari Pinggiran Negeri
Skema perlindungan pekerja di Natuna ini selaras dengan visi Indonesia Emas 2045, yang menempatkan manusia produktif sebagai inti pembangunan.
Natuna, meski berada di perbatasan, mulai menegaskan dirinya sebagai contoh daerah yang mampu menerjemahkan kebijakan nasional menjadi langkah konkret di lapangan melalui kolaborasi lintas sektor, inklusi perlindungan sosial, dan cakupan jaminan pekerja informal yang terus diperluas.*
*Penulis: ALFIANA




















