Tasikmalaya, mandalapos.co.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang digagas sebagai solusi nasional untuk mengatasi masalah gizi anak dan keluarga prasejahtera, kini menjadi sorotan tajam di Kabupaten Tasikmalaya. Alih-alih menjadi jawaban atas krisis pangan dan gizi, pelaksanaan program ini justru memicu gelombang protes, dugaan pelanggaran, dan kritik keras dari berbagai elemen masyarakat, termasuk dari kalangan media.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPC PWRI) Kabupaten Tasikmalaya, Chandra F Simatupang, menyampaikan kecaman terbuka terhadap pelaksanaan MBG yang dinilai sarat masalah.
“Program ini telah melenceng jauh dari semangat awalnya. Bukannya memberi harapan, malah menimbulkan keresahan. Ini bukan sekadar soal teknis, tapi soal integritas dan tanggung jawab publik,” tegas Chandra saat memberikan komentarnya melalui grup WhatsApp DPC PWRI Kabupaten Tasikmalaya, Minggu, (28/9/2025).
Sejumlah kejadian yang mencoreng pelaksanaan MBG di Tasikmalaya mencuat ke publik dalam beberapa pekan terakhir. Salah satu yang paling menghebohkan adalah insiden keracunan massal yang menimpa puluhan pelajar di wilayah selatan Tasikmalaya. Berdasarkan investigasi awal, makanan yang dikonsumsi berasal dari salah satu dapur penyedia makanan (SPPG) yang menjadi mitra program MBG.
Tak hanya itu, limbah cair dari dapur SPPG yang tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) juga menjadi sorotan Serikat Masyarakat Tasikmalaya (SEMATA). Merespons temuan tersebut, SEMATA memberikan ultimatum kepada DPRD dan Koordinator SPPG untuk melakukan evaluasi menyeluruh dalam waktu satu minggu, dengan ancaman aksi demonstrasi besar-besaran jika tuntutan tidak dipenuhi.
Ketua SEMATA, Ahmad Nazmudin, mengungkapkan adanya dugaan konflik kepentingan dalam pengelolaan MBG, sehingga berpotensi menciptakan monopoli dan penyalahgunaan anggaran.
“Program sebesar ini, dengan anggaran nasional mencapai Rp335 triliun, seharusnya dikelola secara profesional dan transparan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya—ada indikasi penguasaan proyek oleh segelintir pihak yang punya akses politik,” kata Ahmad, pada saat melakukan audiensi bersama DPRD Kabupaten Tasikmalaya pada Rabu, (24/9/2023).
Ia juga menyoroti lemahnya sistem pengawasan dan audit internal, yang membuka celah bagi praktik korupsi dan kebocoran anggaran. Menurutnya, jika tidak segera dibenahi, MBG bisa menjadi skandal nasional yang merusak kepercayaan publik terhadap program sosial pemerintah.
Ketua DPC PWRI Kabupaten Tasikmalaya, Chandra F Simatupang, menyatakan komitmennya untuk terus mengawal isu ini. Ia menegaskan bahwa peran media bukan hanya sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai pengawas publik yang independen.
“Wartawan adalah mata dan telinga rakyat. Kami tidak akan diam melihat ketidakadilan dan penyimpangan. Kami akan terus menyuarakan kebenaran, menuntut transparansi, dan mendorong akuntabilitas dari semua pihak yang terlibat,” tegas Chandra.
Ia juga mendesak pemerintah daerah untuk segera membentuk Tim Satgas Pengawasan MBG yang melibatkan unsur masyarakat sipil, akademisi, dan media. Menurutnya, hanya dengan kolaborasi lintas sektor, reformasi program MBG bisa dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan.*
*YAHYA