Anambas, mandalapos.co.id – Warga Desa Air Asuk belakangan ini dihebohkan oleh informasi terkait dugaan adanya proyek fiktif pembangunan menara Masjid At-Taqwa yang menggunakan Dana Desa tahun anggaran 2019.
Dihimpun Mandalapos dari berbagai sumber, seorang warga Air Asuk, Edy Saputra, mengungkapkan bahwa menara masjid tersebut seharusnya sudah dibangun sesuai anggaran Dana Desa. Namun kenyataannya, pekerjaan tak pernah direalisasikan. Edy menyebutkan sebagian material, seperti semen, memang sempat dibeli, namun pembangunan tak kunjung dimulai. Ia juga menyebut adanya sisa dana lebih dari Rp30 juta yang hingga kini dikabarkan masih tersimpan di kas desa.
Edy mengaku telah menyampaikan persoalan itu kepada Inspektorat, namun hingga kini belum menerima informasi lanjutan mengenai tindak lanjut laporan tersebut.
Inspektorat: Baru Tahu dari Media, Belum Ada Laporan Resmi
Dikonfirmasi terpisah, Inspektur Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas, Yunizar, SE, MP, menyampaikan bahwa Inspektorat justru mengetahui persoalan ini dari pemberitaan media, bukan dari laporan resmi masyarakat, BPD, ataupun kelompok warga.
“Baik warga perorangan, kelompok, atau BPD tidak pernah melaporkan kepada Inspektorat. Kami justru tahu dari pemberitaan media. Setelah saya mendengar kabar itu, saya langsung follow up. Saya perintahkan irban untuk memanggil pihak desa, bahkan saya telepon langsung kadesnya untuk meminta penjelasan, baik dari mantan kades periode 2019, Kades PJ, dan Kades yang sekarang, bersama seluruh staf,” kata Yunizar, Senin (17/11/2025).
Menurutnya, pihak desa sudah memberikan penjelasan awal secara lisan. Berdasarkan klarifikasi, anggaran pembangunan menara memang tercantum dalam APBDes 2019. Namun menjelang akhir masa jabatan kepala desa saat itu, waktu pengerjaan disebut tidak mencukupi. Sementara material yang telah dibeli kemudian dijual kembali oleh mantan kades tanpa konsultasi dengan pihak manapun, dengan dalih pengembalian uang desa. Dana hasil penjualan itu, menurut pihak desa, saat ini masih tersimpan di bendahara desa.
Yunizar menegaskan bahwa hingga kini Inspektorat belum dapat menyimpulkan adanya penyimpangan, karena desa belum melengkapi dokumen dan bukti pertanggungjawaban.
“Karena mereka tidak membawa laporan, kami belum bisa menyatakan itu penyimpangan. Mereka mengakui ada uang kas dan pengembalian, tapi kami masih sebatas klarifikasi. Kami lakukan pencatatan dan notulen, namun belum pemeriksaan resmi,” ujarnya.
Inspektorat, kata dia, telah meminta kepala desa dan perangkat terkait untuk segera melengkapi bukti administrasi, termasuk pertanggungjawaban APBDes 2019 serta dokumen yang melibatkan BPD. Setelah semua dokumen masuk, barulah Inspektorat bisa menentukan apakah permasalahan ini merupakan kesalahan administrasi atau ada indikasi penyimpangan pengelolaan dana.
Yunizar menambahkan, 52 desa di Anambas mendapatkan pembinaan dan pengawasan rutin dari Inspektorat. Prinsip utama APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) adalah pembinaan, bukan menghukum.
“Jika terjadi penyimpangan, kami utamakan pengembalian dan perbaikan administrasi. Tapi bila ada indikasi korupsi atau penyalahgunaan yang jelas, kami minta dikembalikan ke kas desa dan prosesnya bisa berlanjut,” jelasnya.
Ia juga menyebut laporan Inspektorat tidak dapat dibuka sepenuhnya ke publik karena ada data yang bersifat internal. Namun kesimpulan umum tetap akan disampaikan kepada kepala daerah.
Di akhir pernyataannya, Yunizar mengimbau perangkat desa untuk lebih tertib dalam pengelolaan keuangan desa dan mengikuti aturan yang berlaku. Ia juga meminta masyarakat untuk menempuh jalur yang benar dalam menyampaikan dugaan penyimpangan.
“Jika ada dugaan penyimpangan, selesaikan melalui mekanisme musyawarah desa. Kan ada BPD sebagai pengawas. Jangan ribut di warung kopi atau tempat umum. Dudukkan dulu secara bersama,” tegasnya.*
*YAHYA




















