Mandalapos.co.id, Tasikmalaya – Di Kabupaten Tasikmalaya ada sebuah kampung yang cukup terkenal di Jawa Barat. Kampung ini terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, tepatnya berada di pinggiran Sungai Ciwulan dan di antara lembah perbukitan Neglasari.
Kampung itu bernama Kampung Naga, merupakan sebuah kampung adat Sunda yang masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka. Sayangnya, asal mula kampung ini tidak memiliki titik terang. Tidak ada kejelasan kapan dan siapa pendiri kampung yang kuat dalam melestarikan adat istiadat budaya Sunda ini.
Penyebutan nama ‘Naga’ pada kampung ini juga tidak berkaitan dengan nama hewan mitologi cina, namun nama ‘Naga’ ini terkait dengan istilah Nagawir atau terbing terjal dalam bahasa Sunda. Terbukti jika ingin berkunjung, ada sekitar 400 lebih anak tangga atau sangked yang musti dilalui.
Arsitektur Bangunan Tradisional
Kampung Naga dikenal dengan arsitektur rumah yang sangat khas dan kental tradisionalnya, karena bahan bangunannya pun diambil dari alam. Lantai rumah terbuat dari bambu atau papan kayu, sedangkan dinding rumah dari anyaman bambu, dan atapnya terbuat dari daun nipah, ijuk, ataupun alang-alang.
Selain itu tumpukan batu yang tersusun rapi dengan tata letak dan bahan alami merupakan ciri khas gaya arsitektur dan ornamen Perkampungan Naga.
Menurut Juru Pelihara Kampung Naga, Ucu suherlan, luas areal Kampung Naga hanya 1,5 hektare. Sehingga Masyarakat Kampung Naga tidak boleh membuat rumah di luar batas areal kampung adat tersebut.
“Dalam 1,5 hektare itu ada 113 kapling, saat ini ada 110 bangunan rumah adat,” terang Ucu ditemui mandalapos, Rabu (14/6).
Kehidupan Warga Kampung Naga Sering Dipelajari
Ucu mengatakan, Kampung Naga ini banyak dikunjungi pelajar ketika tengah semester. Selain pelajar, tak jarang para akademisi dan kalangan pendidikan lainnya datang untuk mempelajari segala aspek kehidupan di Kampung Naga.
Mengenai mata pencaharian Warga Kampung Naga, Ucu mengatakan mayoritas warga bekerja sebagai petani.
“Tapi itu tani warisan tak seperti tempat-tempat lain yang lahan pertaniannya besar. Di sini hasil tani nya untuk bertahan hidup sendiri dari panen ke panen, selain itu juga ada warga yang membuat kerajinan tangan dari bambu untuk dijual,” ungkap Pria yang juga menjabat Punduh Kampung Naga itu.
Warga Kampung Naga Tak Pernah Meminta Bantuan Pemerintah
Menurut Ucu, warga Kampung Naga tidak pernah meminta secara langsung bantuan kepada pemerintah daerah. Meski demikian, jika pemerintah memberikan bantuan, akan tetap diterima masyarakat Kampung Naga.
“Kalau Warga Kampung Naga ini mereka hanya menerima, tapi tak meminta. Pembangunan dari desa ada, namun bukan karena diajukan oleh warga Kampung Naga. Biasanya desa yang melihat kebutuhan di Kampung Naga apa yang diperkukan, mereka tidak boleh meminta itu aturan leluhur Kampung Naga,” sebut Ucu.
Ketua Pramuwisata Kampung Naga itupun berharap kepada pemerintah untuk lebih jeli terkait apa yang dibutuhkan Masyarakat Kampung Naga.
Banyak Anak Kampung Naga Tertarik Sekolah Kejuruan
Mengenai pendidikan Masyarakat Kampung Naga, banyak anak-anak yang mengambil sekolah vokasi atau kejuruan. Pasalnya sebut Ucu, setelah lulus sekolah mereka berpikir untuk langsung bekerja.
“ Kecil harapan mereka melanjutkan ke perguruan tinggi,” ujarnya.
“Saya mengarahkan anak-anak Kampung Naga untuk belajar dari segala aspek, yang nantinya bisa memberi penerapan ke masyarakat Kampung Naga.
Ucu berharap pemerintah bisa memberikan beasiswa pendidikan khusus untuk Warga Kampung Naga, khususnya untuk menciptakan anak Kampung Naga yang bisa menjadi sejarawan.
“Kalau ada ahli sejarah di sini, mungkin bisa digali kembali sejarah kampung ini,” pungkasnya.***
***YAHYA